Tiga Warga Tewas Dibakar Massa

TARUTUNG (SI) – Isu begu ganjang yang merebak di antara warga kembali makan korban.Tiga warga Dusun Batu Raja, Desa Sitanggor,Kecamatan Muara, Tapanuli Utara (Taput), tewas dibakar hidup-hidup oleh massa yang mengamuk. Tak hanya itu, kesadisan massa pun ditujukan kepada seorang ibu dan tiga anaknya yang juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan ketiga korban.


Namun, keempatnya berhasil diselamatkan polisi yang cepat tiba di lokasi kejadian. Saat itu juga sebanyak 101 warga diboyong ke Kantor Kepolisian Resor (Polres) Taput untuk diproses verbal. Peristiwa sadis itu terjadi pada Sabtu (16/5), sekitar pukul 22.00 WIB.Awalnya,warga Dusun Buntu Raja melakukan doa bersama dan dilanjutkan dengan menggerebek rumah keluarga Gibson Simaremare, 60.

Saat itu, Gibson sedang di rumah bersama istrinya Riama Rajagukguk, 65. Hingga kemarin belum diketahui secara pasti apa penyebab warga menggelar doa bersama. Namun, berdasar keterangan yang diperoleh harian Seputar Indonesia, warga menuduh keluarga Gibson memelihara begu ganjang (ilmu santet). “Kami kalut dan semuanya dilakukan bersamasama oleh warga.

Kami masuk ke rumah, kemudian menarik Gibson,” tutur seorang warga berinisial PS, 30, saat diperiksa di Polres Taput, di Tarutung, kemarin. Setelah pasangan suami-istri (pasutri) berusia lanjut ini diseret paksa keluar rumah, warga yang sudah tersulut emosi menikam Gibson. Massa selanjutnya membakar hidup-hidup keduanya dengan menggunakan kayu bakar yang diambil dari rumah korban.

Aksi warga berlanjut ke rumah anak korban, Lauren Simaremare, yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian. Sama seperti orang tuanya, Lauren juga diseret paksa dari rumahnya dan dibawa ke arah perbukitan yang ada di sebelah dusun mereka. Di tempat itu massa membakar Lauren hiduphidup. “Semua itu dilakukan karena adanya isu begu ganjang. Sebab, warga menemukan banyak kejanggalan, termasuk adanya warga yang meninggal,” papar warga lainnya.

Personel Kepolisian Sektor (Polsek) Muara dengan cepat menuju daerah pelosok tersebut. Sayangnya, ketiga warga yang dibakar tidak dapat diselamatkan lagi. “Personel kami sempat berusaha menyelamatkan Lauren, tetapi tidak tertolong lagi karena seluruh tubuhnya sudah dibakar,” ungkap Kepala Polres (Kapolres) Taput Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) J Didiek DP kepada harian Seputar Indonesia (SI) kemarin.

Dia menambahkan, sasaran massa bukan hanya ketiga korban tersebut, juga menantu korban, yakni Tiur Nainggolan, 30, yang sedang menyusui anaknya. Tiur sempat ditikam warga, tetapi polisi dengan cepat menyelamatkannya dan dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Horas Insani Pematangsiantar. “Warga juga sudah berniat untuk menghabisi nyawa Tiur dan tiga anaknya yang masih balita. Karena itulah setelah dia diselamatkan, kami membawa tiga anaknya ke polsek setempat,” paparnya.

Kapolres menambahkan bahwa ketiga anak tersebut sementara dititipkan kepada ibu-ibu Bhayangkari setempat untuk mendapatkan perlindungan yang lebih baik. Sebab, dikhawatirkan warga yang masih disulut emosi masih mengincar ketiga bocah ini untuk dihabisi. “Semuanya ingin dihabisi warga. Coba kita bayangkan bersama jika anak-anak tersebut, bahkan yang lagi menyusu kepada ibunya itu ikut mati karena ulah dari warga ini,” ungkapnya.

Saat ini pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan maraton terhadap sejumlah warga tersebut. “Tersangka pasti akan ada. Namun, saat ini kami belum dapat memastikan. Sekadar diketahui, di antara 101 orang tersebut, ada satu orang kepala sekolah dan enam lainnya pegawai negeri sipil (PNS),” tandasnya. Didiek menambahkan, personelnya sempat kewalahan ketika mengevakuasi Tiur dan anaknya.

Sebab, warga membunyikan lonceng gereja untuk mengumpulkan massa lebih banyak lagi. Selain itu, jumlah personelnya jauh kalah dibandingkan warga. “Karena sebagian besar personel kami diperbantukan untuk pengamanan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Toba Samosir (Tobasa) dan Sibolga. Untuk sementara, personel Polsek Muara yang masuk ke dusun dengan menggunakan senjata lengkap agar ketiga bocah dan ibunya tidak ikut dibunuh,” paparnya.

Sementara itu, menantu Gibson, D Siburian, 40, yang datang dari Pematangsiantar mengungkapkan, dulu mertuanya juga sudah pernah dituding memelihara begu ganjang. Namun, peristiwa yang terjadi sekitar dua tahun tersebut berhasil didamaikan pihak kepolisian. Saat ini bukan hanya warga yang membunuh korban, melainkan kerabat dekat, termasuk keponakan mertuanya.

“Saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Padahal, istri saya hanya punya satu saudara laki-laki dan itu pun sudah mati dibunuh warga,” ungkapnya. Siburian menuturkan, mertuanya memiliki empat anak perempuan dan satu anak laki-laki. Setahu dia, mertuanya bukanlah pemelihara begu ganjang, melainkan hanya seorang petani sebagaimana biasanya. “Jadi, apa yang diisukan kepada keluarga kami itu tidak benar dan sangat salah,” tuturnya ketika melihat jasad keluarganya di Instalasi jenazah RSU Swadana Tarutung.

Ketua Umum Majelis Kaji Metafisika yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuhan Alternatif Indonesia (FKPPAI) Sumatera Utara (Sumut) Omtatok Saragih memaparkan bahwa ada pergeseran pemahaman masyarakat Batak tentang begu yang saat ini sudah sangat salah. Berbagai keberagaman begu ganjang tidak pernah dipahami sebagai sosok pencabut nyawa, melainkan sosok yang menyebarkan wabah penyakit akibat adanya kerusakan sistem di satu peradaban perkampungan.

“Saat ini jika kita melihat terjadinya isu begu ganjang lebih disebabkan sentimen pribadi yang didukung dengan provokasi oleh pihak tertentu,” ujarnya. Selain itu, dalam dunia paranormal tidak diizinkan menyebut seseorang sebagai pemelihara begu ganjang. Sebab, paranormal bagi masyarakat Batak merupakan orang yang mengobati maupun penasihat spiritual yang dapat menyembuhkan atau mencegah penyakit datang.

Jika ada paranormal yang menyebutkan secara gamblang bahwa ada warga yang menggunakan begu ganjang, paranormal tersebut sudah melanggar kode etik paranormal yang disebut dengan istilah nawadarma. “Karena itu, jangan langsung mudah percaya pada paranormal gadungan.Warga Batak semestinya kembali kepada pemahaman yang mendasar tentang begu agar kiranya tidak salah memaknai,” tandasnya. (baringin lumban gaol)

1 Sian akka dongan:

agustin hutabarat mengatakan...

jadi teringat kurun waktu tahun 1999-2001 di Tarutung, isu begu ganjang begitu populer. Hampir di setiap kampung ada saja orang yang dituduh memelihara begu ganjang. Dan tragisnya, orang yang di tuduh memelihara begu ganjang selalu berakhir dengan tragis. Tapi untungnya di Tarutung tidak sampai terjadi pembakaran, hanya sebatas perusakan rumah dan pengusiran dari kampung. Kadang aku berfikir, apakah masyarakat kita (orang Batak di kampung) belum dapat mengimani keyakinannya terhadap agama yang dipeluknya sehingga kejadian ini terjadi.
Bagaimana ini Tulang..

Posting Komentar