Kasus Begu Ganjang, 55 Warga Ditahan

TARUTUNG (SI) – Tragedi kebrutalan massa yang membakar hidup-hidup tiga warga Dusun Buntu Raja,Desa Sitanggor, Kecamatan Muara,Tapanuli Utara (Taput),Sabtu (15/5) menjelang tengah malam,atas dugaan memelihara begu ganjang (santet) berbuntut dengan ditahannya 55 warga.



Sebelumnya,Kepolisian Resor (Polres) Taput menangkap dan memeriksa secara maraton 101 warga desa tersebut.Namun,belakangan penyidik menemukan bukti kuat untuk menjerat ke 55 orang di antaranya. Selebihnya telah dipulangkan ke rumah masing-masing. Sedangkan 13 orang lagi telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Semuanya laki-laki, yang rata-rata berkerja sebagai petani,” terang Kepala Satuan (Kasat) Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Taput Ajun Komisaris Polisi (AKP) Rakhman Anthero Purba kepada harian Seputar Indonesia (SI) di sela-sela pemeriksaan tersangka kemarin. Keseluruhan tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 subsider Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 2 yo Pasal 170 yo Pasal 55,Pasal 56 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman seumur hidup.

“Ini (tragedi yang dipicu isu begu ganjang) menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya polisi, terutama para tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat. Pemahaman keliru akan hal seperti ini hendaknya dapat dicarikan solusinya bersama-sama,”katanya. Tudingan warga terhadap keluarga Gibson Simaremare,60,memelihara begu ganjang berdasarkan kejanggalan atas penyakit dan kematian warga di desa tersebut.

Warga pun membawa Gibson kepada salah satu paranormal.Tapi, dalam pertemuan itu, sang paranormal mengusir Gibson tanpa alasan yang jelas. “Jadi,kita tidak tahu pasti apakah ada paranormal tersebut menyebutkan bahwa Gibson dan keluarganya sebagai pemelihara begu ganjang. Sementara ini keterangan yang kita himpun menyebutkan bahwa paranormal tersebut hanya mengusir Gibson,” tambah Rakhman.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gibson Simaremare, 60; istrinya Riama Rajaguguk, 65; dan anaknya Lauren Simaremare, 35; tewas dibakar massa, setelah diseret paksa dari rumah masing-masing. Sebelum dibakar, mereka lebih dahulu dihujani bacokan dan tikaman senjata tajam. Sedangkan istri Lauren,Tiur br Nainggolan, 30, mengalami belasan tikaman dan nyaris dibakar hidup- hidup bersama tiga anaknya yang masih balita. Andai saja polisi terlambat datang, maka Tiur dan anak-anaknya akan senasib dengan ketiga korban.

Terjadi Krisis Keimanan

Tokoh masyarakat Taput Asman Sihombing mengatakan, tragedi ini menyiratkan telah terjadi krisis keimanan di antara warga Desa Buntu Raja. Selain itu, disebabkan faktor spiritual budaya dan kelemahan pemahaman akan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Pada umumnya masyarakat Batak memahami bahwa makna dari sebuah keberadaan spiritual adalah untuk peneduhan diri.

Sehingga tidak seperti yang dipahami saat ini bahwa begu ganjangada untuk membunuh manusia dengan berbagai ilustrasi yang digambarkan para dukun. “Kami berharap para dukunnya juga harus dipidanakan karena sudah masuk pada kategori menghasut warga. Harus dipahami pula, dalam spiritual Batak tidak pernah menuduh seseorang memiliki begu ganjang,” tegasnya. Dari sisi keimanan, lanjut dia, saat ini di Tanah Batak telah terjadi penurunan sangat drastis tentang kenyakinan akan keberadaan Tuhan.

Ini lahir dari lemahnya lembaga- lembaga agama yang dianut oleh warga untuk membentuk sebuah paradigma baru tentang kehidupan yang lebih baik. “Kita bisa melihat kasus seperti ini terjadi di daerah Batak yang umumnya masih sulit dijangkau teknologi. Sehingga selain dari lembaga agama, pemerintah daerah juga harus mengambil sikap yang tegas untuk menghentikan aksi-aksi sadis yang lahir dari ketidaktahuan warga,” jelasnya.

Direktur Pusat Latihan Opera Batak (Plot) Pematangsiantar Thompson HS menambahkan, pada dasarnya begu ganjang yang akrab disebut sebagai Sigumoang tersebut tidak ada. Namun, melalui sebuah propaganda yang bersumber dari dendam pribadi, maka menjadi ada.“Lembaga-lembaga sosial, seperti lembaga agama harus dapat memfasilitasi agar persoalan ini dapat dituntaskan,” tukasnya.

Sejauh ini dalam pandangannya, isu begu ganjang lahir dari sentimen pribadi. Dalam beberapa buku Laklak (buku tua yang menggambarkan keadaan orang Batak zaman dahulu) yang pernah dipelajarinya sangat jarang ditemukan istilah begu ganjang.“Begu ganjang itu sendiri adalah istilah baru yang dimunculkan untuk mengaplikasikan dendam sehingga masyarakat harus hati-hati dalam memaknainya,” urainya.

Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Oegroseno mengatakan,kasus yang membuat bulu kuduk kita merinding ini ditangani sepenuhnya oleh Polres Taput.Dia pun memandang belum perlu menggeser personel ke Dusun Buntu Raja,walaupun sempat terjadi kekurangan personel lantaran sebagian besar ditugasi untuk mengamankan pelaksanaan Pilkada Sibolga dan Toba Samosir.

“Tidak ada penambahan pasukan karena masih bisa ditangani Polres Taput dan jajarannya,”ujarnya saat dihubungi melalui telepon selulernya kemarin. Pelaksana Harian (Lakhar) Kepala Bidang Humas Poldasu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) MP Nainggolan menambahkan,pemeriksaan yang dilakukan polisi terhadap ratusan warga yang diduga melakukan penyerangan berdasarkan data dan fakta yang logika.

Sedangkan,motif adanya begu ganjang yang digelontorkan warga tidak bisa diterima karena menyangkut dunia gaib. “Tentang begu ganjang itu tidak bisa diterima dalam proses penyelidikan karena tidak bisa dihadirkan secara fakta dan logika,” ujarnya. (baringin lumban gaol/ haris dasril)

0 Sian akka dongan:

Posting Komentar